Sabtu, 28 Mei 2011

ASKEP TB PARU


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Mycobacterium Tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 & 1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR). (http://www.infeksi.com/)

B.Tujuan Penulisan
       Adapun tujuan dari penulisan  ini antara lain :
1.      Untuk  mengetahui definisi dari Tb Paru
2.      Untuk mengetahui etiologi dari Tb Paru
3.      Untuk mengetahui patofisiologi dan Pathway dari Tb Paru.
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinik dari Tb Paru.
5.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Tb Paru.
6.      Untuk mengetahui komplikasi dari Tb Paru.
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Tb Paru.
8.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Tb Paru
9.      Untuk mengetahi diagnose dan intervensi dari Tb Paru.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   KONSEP DASAR
1. Definisi
Tuberculosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.(Arif Mansjoer,1999:472)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe .(Smeltzer, 2003: 584).
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff,1995:73).
2. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.


Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis complex adalah:

a.        Mycobakterium tuberculosis
b.      Varian asian
c.       Varian african I
d.      Varian asfrican II
e.       Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial Other  Than Tb (mott, atipyeal) adalah :
a.        Mycobacterium cansasli
b.      Mycobacterium avium
c.        Mycobacterium intra celulase
d.      Mycobacterium scrofulaceum
e.       Mycobacterium malma cerse
f.        Mycobacterium xenopi.( Asril Bahar,2001:819)
3. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. (Sylvia A.Price & Lorraine M. Wilson,2005:852)












4. PATHWAYS
Kurang informasi
 
Udara tercemar                      dibersinkan, dibatukkan,
M.Tuberculosis                        lewat droplet, dihirup
                                                                         individu                             
                                                                                   
                                                                    Masuk paru-paru

                                                                    menempel alveoli         
                                                                                             
                                                        reaksi inflamasi/peradangan

                                            penumpukkan eksudat dalam alveoli

                         tuberkel                                                                    produksi secret berlebih

     meluas     mengalami perkejuan      secret sukar dikeluarkan       dibatukkan/bersin

Tidak efektif pembersihan jalan nafas
 
penyebaran             kalsifikasi                   
hematogen                                                                                                                  Terhirup orang lain
limfogen
                            mengganggu perfusi
                                 & difusi O2
peritoneum          


Gangguan
Pertukaran gas
 
 

asam lambung

mual, anoreksia






Resti penyebaran infeksi
 

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
 

 


                                                                     
(Sylvia A.Price & Lorraine M. Wilson,2005:852)
5. Manifestasi Klinik
a.  Demam
   Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
b. Batuk/Batuk Darah
       Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
c.  Sesak Napas
   Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas.Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
   Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik napasnya.
e.  Malaise
   Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. ( Asril Bahar,2001:823-824)
6. Penatalaksanaan
a.    Terapi
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivate Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
   Obat Anti TB 
       Esensial
Aksi
  Potensi
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per Minggu
3 x
2 x
I  Isoniazid (H)
   Rifampisin ®
   Pirasinamid (Z)
   Streptomisin (S)
   Etambutol (E)
  Bakterisidal
Bakterisidal        Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
  Tinggi
  Tinggi
  Rendah
  Rendah
  Rendah
5
10
25
15
15
10
10
35
15
30
15
10
50
15
45

Ø  Isoniazid (H)
       Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis. 
Ø  Rifampisin ®
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.



Ø  Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
Ø  Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
Ø  Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
b.   Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
c.     Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.





d.      Prioritas keperawatan TB
              Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah penyebaran infeksi, mendukung perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif, member informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
( Arif Mansjoer,1999:473-476)

7. Pemeriksaan Diagnostik
              a.         Darah : lekosit sedikit meninggi, LED meningkat
              b.         Sputum : BTA dilakukan untuk memperkuat diagnosa TB aktif dan memperkirakan tingkat infeksinya, ini dilakukan selama dalam 3 hari berturut-turut. Pada BTA positif ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman dalam satu sediaan, dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
              c.         Tes tuberculin : tes ini dikatakan positif jika indurasi lebih dari 10 – 15 mm.  
              d.         Rontgent : Foto thorak PA tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas berupa cincin; pada kalsifikasi tampak bercak padat dengan densitas tinggi.
              e.         Broncografi : pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus dan paru.
               f.         Pemeriksaan serologi : ELISA, Mycodot, untuk mendeteksi antibody IgG specific terhadap basil TB.
              g.         Pemeriksaan PA : pemeriksaan biopsy pada kelenjar getah bening superficial leher, yang biasanya didapatkan hasil limfadenitis pada klien TB.



8. Komplikasi
Penyakit Tb Paru bila tidak  ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas:
a.       Komplikasi dini:
-       Pleuritis
-       Efusi pleura
-       Empiema
-       Laringitis
b.      Komplikasi lanjut:
-  Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
-   Kerusakan parenkim berat : SOPT/ Fibrosis Paru, Kor pulmonal
Amiloidosis
-    Karsinoma paru
-    Sindrom gagal napas dewasa. (Asril Bahar,2001:829)






B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat.
Gejala           :- Kelelahan umum dan kelemahan.
- Nafas pendek karena bekerja.
- Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
-  Mimpi buruk.
Tanda          :  -Takhikardi, tachipnea, / dispnea pada kerja.
-  Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2 Integritas Ego
Gejala           :- Adanya factor stres lama.
- Masalah keuangan, rumah.
- Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
- Populasi budaya.
Tanda           :- Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
- Ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.


3. Makanan / cairan.
Gejala           :- Anoreksia.
- Tidak dapat mencerna makanan.
- Penurunan BB.
Tanda           :- Turgor kulit buruk.
- Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala           :- Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda           :- Berhati-hati pada area yang sakit.
- Perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan.
Gejala           : - Batuk produktif atau tidak produktif.
              - Nafas pendek.
              - Riwayat tuberculosis / terpajan pada individu terinjeksi.
Tanda          : - Peningkatan frekuensi nafas
 - Pengembangan pernafasan tak simetris.
 - Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (efusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
- Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah
- Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
- Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).


6. Keamanan.
Gejala             :-Adanya kondisi penekanan imun, contoh ; AIDS,    kanker, tes HIV positif (+)
Tanda           :- Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial..
Gejala            :-Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
-Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.
8. Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala         :  - Riwayat keluarga TB.
- Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
- Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
-Tidak berpartisipasi dalam terapi. (Marylinn E. Doenges,2000:240-241).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan kerusakan memberan alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
c.       Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, secret yang menetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
d.      Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finasial.
e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif .
(Marylinn E. Doenges,2000:242-248)
3. Perencanaan/Intervensi Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
a.         Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal
Tujuan      : Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi- dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional     :Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
Intervensi:Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional :Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

Intervensi:Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional   :Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
Intervensi : Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional   : Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien  tidak mampu mengeluarkan sekret.
Intervensi:Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali  kontraindikasi.
Rasional :Membantu mengencerkan secret sehingga mudah    dikeluarkan.
Intervensi  :Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional   : Mencegah pengeringan membran mukosa.
Intervensi:Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator,  kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional   :Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Intervensi : Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. Dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
b.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan kerusakan memberan alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
Tujuan         :Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi :Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional      :Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
Intervensi :Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional :Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
Intervensi :Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional  :Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
Intervensi : Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai     kebutuhan.
Rasional  :Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
Intervensi : Monitor GDA.
Rasional    : Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. Adekuat atau perubahan terapi.
Intervensi :Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional   :Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
c.      Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, secret yang menetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
Tujuan   :Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. Aman.
Intervensi:Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional  : Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi :Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

Intervensi :Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional :Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
Intervensi:Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
Intervensi:Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
Intervensi:Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang    Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional : Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
Intervensi: Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional : Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
Intervensi:Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional  : INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
Intervensi:Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional :Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
Intervensi:Monitor sputum BTA
Rasional :Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
d.     Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finasial.
Tujuan  :Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional  :Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
Intervensi :Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional :Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
Intervensi:Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional   :Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
Intervensi :Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional :Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
Intervensi :Anjurkan bedrest.
Rasional     :Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
Intervensi :Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional  :Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
Intervensi:Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional :Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Intervensi:Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional :Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
Intervensi:Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan
Rasional   :Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
Intervensi :Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional :Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Intervensi: Berikan antipiretik tepat.
Rasional  :Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.


e.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif .
Tujuan  :Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi:Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional  :Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
Intervensi:Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
Intervensi:Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional  :Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
Intervensi:Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional :Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
Intervensi:jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional :Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
Intervensi: jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional :Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
Intervensi :Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional :Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
Intervensi:Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional :Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
Intervensi:Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional :Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
Intervensi: Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional :Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
Intervensi:Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional :Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
(Marylinn E. Doenges,2000:242-248)
4.     Evaluasi
a.       Keefektifan bersihan jalan napas.
b.      Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c.       Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d.      Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e.        Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan. (Marylinn E. Doenges,2000:242)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar