Jumat, 08 November 2013

Askep HIV AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN
HIV AIDS
 
by: Muh. Saipul Zohri
 
A.    DEFINISI
1.      HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel – sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut sel   T-4  atau disebut juga sel CD-4.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan dapat menularkan orang lain.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.
Daur Hidup Hiv
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.
Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim.
2.      AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.
Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.

B.     ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

  1. Masa Inkubasi Aids 
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa wndow periode”.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.



  1. Cara Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrĂ©e).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a.       Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
1)      Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.
2)      Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b.      Transmisi Non Seksual
1)      Transmisi parentral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
2)      Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
1.      Air liur / air ludah / saliva
2.      Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
3.      Air mata
4.      Air keringat
5.      Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine

C.    PATOFISIOLOGI
HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa genetic dalam RNA ( Ribonukleat acid) bukan DNA ( Deoxiribonukleat acid). Virions HIV( partikel virus yang lengkap  dibungkus oleh selubung pelindung ) mengandung RNA dalam inti bentuk peluru yang terpancing dimana P24 merupakan komplikasi structural utama . Tombd(knod) yang menonjol lewat dinding virus terdiri dari protein gp120 yang terkait pada procing p41. bagian yang secara selektif berkaitan  dengan sel CD4  positif (D4 + ) adalah gp 120 dari HIV. Sel Cd4 mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper ( yang dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper merupakan sel terbanyak, sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan pemograman ulang materi genetic sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-strandet DNA ( DNA utas gonad. DNA akan disatukan ke nukleus T4  sebagai sebuah pro virus dan terjadi infeksi permanent siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dilaksanakan antigen, mitogen sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk gen virus seperti : cytomegalovirus (Cm V ), epsten Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic, akibatnya sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV terjadi sel T4 dapt dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah dan menginfeksi sel Cd4+ lainnya.
   Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir HIV sehingga virus dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh tubuh lewat system ini dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini mengandung molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada infeksi HIV lebih aktif dari yang diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan sebesar 2 milyar limfosit CD4+ yang lain. Keseluruhan populasi sel Cd4+ perifer akan mengalami pergantian ( turn over) tiap 15 hari sekali.
   Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi melawan infeksi HIV lain, reproduksi HIV akan alambat. Reproduksi HIV akan dipercepat kalau penderita sedang menghadapi infeksi lain/ system imun terstimulasi. Reaksi ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan sebagian penderita yang terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun sesudah terinfeksi. Dalam respon imun, limfosit T4 berperan penting mengenali antigen asing mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody, menstimulasi limfosit sitotoksik, memproduksi limfokin pertahanan tubuh terhadap infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit akan berkesempatan menginvasi dan menyebabakan sakit seirus. Injeksi dan melignasi timbul akibat gangguan system imun ( infeksi oportunistik ).

D.    PATHWAY
Terlampir

E.     MANIFESTASI KLINIS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
1.      Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2.      Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.      Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS. Ada beberapa klasifikasi tanda/keadaan klinis seseorang dikatakan menderita AIDS yaitu :
  1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C yaitu : 
a.       Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
b.      Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
c.       Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

  1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a.       Angiomatosis Baksilaris
b.      Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
c.       Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d.      Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
e.       Leukoplakial yang berambut
f.       Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
g.      Idiopatik Trombositopenik Purpura
h.      Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii.
  1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
a.       Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
b.      Kanker serviks inpasif
c.       Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
d.      Kriptokokosis ekstrapulmoner
e.       Kriptosporidosis internal kronis
f.       Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g.      Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h.      Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
i.        Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
j.        Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k.      Isoproasis intestinal yang kronis
l.        Sarkoma Kaposi
m.    Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
n.      Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
o.      M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
p.      Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
q.      Pneumonia Pneumocystic Cranii
r.        Pneumonia Rekuren
s.       Leukoenselophaty multifokal progresiva
t.        Septikemia salmonella yang rekuren
u.      Toksoplamosis otak
v.      Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

F.     KOMPLIKASI  
1.      Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2.      Neurologik
a.       Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b.      Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c.       Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
d.      Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

3.      Gastrointestinal
a.       Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b.      Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c.       Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.      Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5.      Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6.      Sensorik
a.       Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b.      Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG  
1.      Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a.       Serologis
1)      Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2)      Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3)      Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4)      Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5)      T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6)      P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7)      Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8)      Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
9)      Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2.      Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
3.      Tes Lainnya
a.       Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain

b.      Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c.       Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d.      Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e.       Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

4.      Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.
(www.wikipedia.org)
H.    PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1.      Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2.      Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3.      Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.      Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5.      Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3



3.      Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.       Didanosine
b.      Ribavirin
c.        Diedoxycytidine
d.      Recombinant CD 4 dapat larut
e.       Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a.       Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
b.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

I.       PENCEGAHAN
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
1.      Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting. 
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.


2.      Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003. Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.
3.      Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.  













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Fokus pengkajian
Pengkajian umum pasien AIDS
a.       Aktivitas/istirahat
§  Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
§  Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
b.      Sirkulasi
§  Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada cedera.
§  Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
c.       Integritas ego
§  Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
§  Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang.
d.      Eliminasi
§  Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
§  Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
e.       Makanan/cairan 
Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat badan yang progresif.
§  Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih dan perubahan warna, edema.
f.       Hygiene
§  Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
§  Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
g.      Neurosensori
§  Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah, tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal).
§  Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
h.      Nyeri/kenyamanan
§  Gejala : nyeri umu /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
§  Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan. Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
i.        Pernapasan
§  Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum. Bendungan atau sesak pada dada.
§  Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas adventius. Sputum :kuning
j.        Keamanan
§  Gejala : riwayat jath, terbakar, pingsan, luka yang lambat penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut. Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak; berkeringat malam.
§  Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola warna mla,; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rectum, luka-luka perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar linfe pada dua area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
k.      Seksualitas
§  Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual mltipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
§  Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi kulit(mis. Kutil, herpes)
l.        Interaksi social
§  Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
§  Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.


m.    Penyuluhan/pembelajaran
§  Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku beresiko tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV). Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
§  Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transpotasi, belanja makanan dan persiapan ; perawatan diri, prosedur perawatan teknis,dll.
B.     Diagnos Keperawatan
a.       RESTI infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang ( Immuno supresi).
b.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan HIV.
c.       Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses penularan penyakit.

















RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang ( Immuno supresi).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi bisa pada klien bisa diatasi dengan kriteria hasil :
-          Tidak ada demam dan bebas dari pengeluaran / sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari kondisi infeksi.
-          Bisa mencapai masa penyembuhan luka / lesi.
-          Pantau adanya infeksi  ( demam, menggigil, diaporesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan , bercak berwarna crem dirongga oral, sering berkemih, disuria, kemerahan, bengkak, drainase dari lkua, lesi vesicular diwajah, bibir, area perianal ).
-          Pantau keluhan nyeri ulu hati, disfagia, sakit retrosternal pada waktu menelan, peningkatan kejang abdominal, diare hebat.






-          Periksa adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi/infeksi lokal.


-          Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi .
-           

-          Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera . infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien .

-          Esofagitis mungkin terjadi sekunder akibat kandidiasis oral atapun herpes. Kriptosporidiosis adalah infeksi parasit yang menyebabkan diare encer (seringkali lebih besar dari 15 lt/hari.
-          Identifikasi atau perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
-          berikan deteksi dini terhsadap infeksi.

2
Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan HIV, dan kebutuhan pengobatan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan. Klien diharapkan bisa mengetahui bagaimana pencegahan penularan HIV, dan juga pasien bisa memulai perubahan gaya hidup yang perlu, dan ikut serta dalam aturan perawatan.
-          Instruksikan pasien, keluarga, teman, tentang rute penularan HIV.




-          Berikan informasi penatalaksanaan gejala yang melengkapi aturan medis, misal pada diare intermiten gunakan lomotil sebelum pergi kekegiatan sosial.

-          Dorong aktivitas atau latihan pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien.


-          Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi.




-          Tekankan pentingnya istirahat yang adekuat
-          Pngetahuan tentang penularan penyakit membantu mencegah penyabaran penyakit, dan mencegah rasa takut.
-          Memberikan pasien peningkatan kontrol, atau mengurangi risiko rasa malu dan meningkatkan kenyamanan.
-          Merangsang pelepasan endorfin pada otak, meningkatkan rasa sejahtera 
-          Memberi kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan individual.
-          Mencegah atau mengurangi kepenatan, meningkatkan kemampuan
3
Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses penularan penyakit.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien bisa menunjukkan peningkatan perasaan harga diri dan berpartisifasi dalam aktivitas atau program pada tingkat kemampuan/hasrat.
-          Kaji pola interaksi social yang lazim.

-          Dorong adanya hubungan yang aktif dengan orang terdekat





-          Waspadai gejala-gejala verbal/nonverbal, misalnya menarik diri, putus asa, perasaan kesepian. Tanyakan kepada klien apakah pernah berfikir untuk bunuh diri.
-          menetapkan dasar untuk intervensi individual.
-          Membantu memamntapkan partisifasi pada hubungan sosial. Dapat mengurangi kemungkinan upaya bunuh diri.
-          Indikasi bahwa putus asa dan ide untuk bunuh diri sering muncul ; ketika tanda-tanda ini diketahui oleh pemberi perawatan, pasien umumnya ingin bicara mengenai perasaan ingin bunuh diri, terisolasi dan putus asa.