ASUHAN KEPERAWATAN
HIV AIDS
by: Muh. Saipul Zohri
A. DEFINISI
1.
HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel – sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut sel T-4
atau disebut juga sel CD-4.
Kebanyakan orang
yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera
setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala flu
selama beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus
tetap ada di tubuh dan dapat menularkan orang lain.
HIV dan
virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina,
cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi
darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu
dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui,
serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
HIV merupakan
suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang
dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk
tumbuh, materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat),
diintegrasikan ke dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang
akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-protein yang dihasilkan kemudian
akan membentuk virus-virus baru.
Daur Hidup Hiv
Obat-obatan yang
telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi DNA dan
menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan
RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu
pembentukan protein-protein aktif disebut protease.
Untuk dapat
membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus
harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses
pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses
pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan
virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan
obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas
menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis
ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini
pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.
Obat-obatan lain
yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat enzim
protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein
yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru.
Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak
aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus
dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease
akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk
dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat
membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein
fungsional yang berperan sebagai enzim.
2.
AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam
tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS
yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau
menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada
sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
AIDS merupakan
penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan
penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang
yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari
serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum
tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV,
tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan
terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya
tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.
Karena ganasnya
penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-obatan
yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah
enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk
berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya
akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat
pertumbuhan virus HIV.
B.
ETIOLOGI
Penyebab
AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan
kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di
Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus
RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini
terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang
setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar
yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk
silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce
transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid
dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor
Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas,
bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai
disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya,
tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata
dan mudah mati diluar tubuh. HIV
dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
- Masa Inkubasi Aids
Masa inkubasi
adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan
menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan
dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi
ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus
HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan
sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa wndow periode”.
Selama masa
inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang
lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa
inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala
sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.
- Cara Penularan
Secara umum ada 5
faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber
infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman
dan tempat masuk kuman (port’d entrée).
Virus HIV sampai
saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ
sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai
vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang
lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan
diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita.
Banyak cara yang
diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV
yang diketahui adalah melalui :
a.
Transmisi
Seksual
Penularan
melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan
penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan
dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap
pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung
pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks.
Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat
anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada
pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti
pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
1)
Homoseksual
Didunia
barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita
AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan
seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen
dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang
sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
2)
Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara
cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan
penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita
yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b.
Transmisi
Non Seksual
1)
Transmisi
parentral
Yaitu
akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi
melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan
terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
Transmisi
melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum
tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat
sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan.
Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
2)
Transmisi
transplasental
Penularan
dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%.
Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
Cairan
Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
1.
Air liur / air ludah / saliva
2.
Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
3.
Air mata
4.
Air keringat
5.
Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
C.
PATOFISIOLOGI
HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa
genetic dalam RNA ( Ribonukleat acid) bukan DNA ( Deoxiribonukleat acid).
Virions HIV( partikel virus yang lengkap
dibungkus oleh selubung pelindung ) mengandung RNA dalam inti bentuk
peluru yang terpancing dimana P24 merupakan komplikasi structural utama .
Tombd(knod) yang menonjol lewat dinding virus terdiri dari protein gp120 yang
terkait pada procing p41. bagian yang secara selektif berkaitan dengan sel CD4 positif (D4 + ) adalah gp 120 dari HIV. Sel
Cd4 mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper ( yang dinamakan sel CD4
kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper merupakan sel
terbanyak, sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper HIV akan
menginjeksikan dua utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper. Dengan
menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan pemograman ulang materi
genetic sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-strandet DNA ( DNA utas
gonad. DNA akan disatukan ke nukleus T4
sebagai sebuah pro virus dan terjadi infeksi permanent siklus replikasi
HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi
sel yang terinfeksi dilaksanakan antigen, mitogen sitokin CTNF alfa atau
interleukin V atau produk gen virus seperti : cytomegalovirus (Cm V ), epsten
Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic, akibatnya sel T4 yang terinfeksi
diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV terjadi sel T4 dapt
dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah dan menginfeksi sel
Cd4+ lainnya.
Infeksi
monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak mengakibatkan
kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir HIV sehingga virus
dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh tubuh lewat system
ini dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini mengandung
molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada infeksi HIV lebih aktif dari yang
diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan sebesar 2 milyar limfosit CD4+ yang
lain. Keseluruhan populasi sel Cd4+ perifer akan mengalami pergantian ( turn over)
tiap 15 hari sekali.
Kecepatan
produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi
tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi melawan infeksi HIV lain,
reproduksi HIV akan alambat. Reproduksi
HIV akan dipercepat kalau penderita sedang menghadapi infeksi lain/ system imun
terstimulasi. Reaksi ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan
sebagian penderita yang terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun sesudah terinfeksi.
Dalam respon imun, limfosit T4 berperan penting mengenali antigen asing
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody, menstimulasi limfosit
sitotoksik, memproduksi limfokin pertahanan tubuh terhadap infeksi, T4
terganggu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit akan berkesempatan
menginvasi dan menyebabakan sakit seirus. Injeksi dan melignasi timbul akibat
gangguan system imun ( infeksi oportunistik ).
D.
PATHWAY
Terlampir
E.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat
gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu.
Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,
keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam
kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama
penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan
suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.
1.
Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan
gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi,
sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak
merah ditubuh.
2.
Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.
Radang
kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan
keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk
didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS. Ada beberapa klasifikasi
tanda/keadaan klinis seseorang dikatakan menderita AIDS yaitu :
- Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada
dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah
dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C yaitu :
a. Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
b. Limpanodenopati
generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
c. Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai
atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
- Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori
klinis B mencakup :
a.
Angiomatosis Baksilaris
b.
Kandidiasis
Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
c.
Displasia
Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d.
Gejala
konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
e. Leukoplakial
yang berambut
f. Herpes
Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
g.
Idiopatik Trombositopenik Purpura
h.
Penyakit
inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii.
- Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa
dan remaja mencakup :
a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru,
esophagus
b. Kanker
serviks inpasif
c. Koksidiomikosis
ekstrapulmoner / diseminata
d. Kriptokokosis
ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis
internal kronis
f. Cytomegalovirus
( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g. Refinitis
Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h. Enselopathy
berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
i.
Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis /
esofagitis )
j.
Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k. Isoproasis
intestinal yang kronis
l.
Sarkoma Kaposi
m.
Limpoma
Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
n.
Kompleks
mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
o.
M.Tubercolusis
pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
p. Mycobacterium,
spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
q. Pneumonia
Pneumocystic Cranii
r.
Pneumonia Rekuren
s. Leukoenselophaty
multifokal progresiva
t.
Septikemia salmonella yang rekuren
u. Toksoplamosis
otak
v. Sindrom
pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
F.
KOMPLIKASI
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2.
Neurologik
a.
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan
efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis
meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
d.
Neuropati
karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
3.
Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus,
pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah,
nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan
fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.
Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada
konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan
otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
G. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan
sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan
pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3)
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah
<200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau
lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan
supresi imun.
6)
P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus
(HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif
protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig
G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam
jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan
antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2.
Neurologis
EEG,
MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
3.
Tes Lainnya
a.
Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
b.
Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c.
Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d.
Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e.
Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
4.
Tes HIV
Banyak orang tidak
menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk
perkotaan di Afrika
yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan
lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di
perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang
AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan
lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor
dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus
selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV
umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot,
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum,
plasma,
cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan
berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period)
bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu
3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat
pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan
untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk
diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara
maju.
(www.wikipedia.org)
H.
PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan
pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan
hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6
bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan
dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato,
dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru
lahir.
Apabila
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral
baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus
/ memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini
adalah :
a.
Didanosine
b.
Ribavirin
c.
Diedoxycytidine
d.
Recombinant CD 4 dapat larut
e.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan
obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan
obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi
itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency
Virus (HIV).
I. PENCEGAHAN
Tiga jalur
utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh
yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal).
Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur,
air mata
dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi
dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.
1.
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi
HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah
modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria
atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan
penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan
bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi resiko penularan HIV sampai
kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika
kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki
berbahan lateks,
jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah
satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi
HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom
menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin,
mentega,
dan lemak babi
tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat
melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen
menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar
minyak digunakan dengan kondom poliuretan.
Kondom wanita
adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan,
yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak.
Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung
terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina.
Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya
ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak
terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa
dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara
keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung
sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
Penelitian
terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan
penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum
terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal
dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan
epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok
minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun
telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka
hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba
telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di
negara-negara maju.
Pada bulan
Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan
resiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai
sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan
sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.
Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki
bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga mengurangi
dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika
Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk
menurunkan resiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun
rumusannya dalam bahasa Indonesia:
“
|
Anda jauhi seks, Bersikap saling setia dengan pasangan, Cegah dengan kondom. |
”
|
2.
Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Wabah AIDS di
Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003. Pekerja kedokteran
yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks
ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi
HIV.
Semua organisasi
pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan
bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba
(termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain).
Orang perlu menggunakan jarum
yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan
jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah
negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum
atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan
jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa
perlu resep dokter.
Penelitian
menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat
dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang
terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika
hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan
dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera
mungkin. Pada tahun 2005,
sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui
penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari
semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal
di Afrika Sub Sahara.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Fokus pengkajian
Pengkajian umum pasien AIDS
a.
Aktivitas/istirahat
§
Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi
terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
§ Tanda : kelelahan otot, menurunya masa
otot. Respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
b.
Sirkulasi
§ Gejala : proses penyembuhan luka yang
lambat; perdarahan lama pada cedera.
§ Tanda : takikardia, perubahan TD postural,
menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
c.
Integritas ego
§
Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan
kehilangan (keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan
(menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus
asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
§
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut,
menarik diri.perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang.
d.
Eliminasi
§
Gejala
: diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai kram
abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
§
Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus
atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses
rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
e.
Makanan/cairan
Gejala
: tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia,
nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat badan yang progresif.
§
Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan
adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
adanya selaput puih dan perubahan warna, edema.
f.
Hygiene
§
Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
§ Tanda :memperlihatkan penampilan yang
tidak rapih. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas
perawatan diri.
g.
Neurosensori
§
Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan
status mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah,
tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot, tremor, dan
perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki
menunjukkan perubahan paling awal).
§
Tanda
: perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental sampai demensia,
lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun, apatis, retardasi
psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan
yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan
gaya berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik
fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
h.
Nyeri/kenyamanan
§ Gejala : nyeri umu /local, sakit, rasa
terbakar pada kaki. Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
§ Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri
pada kelenjar, nyeri tekan. Penurunan
rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang
sakit.
i.
Pernapasan
§
Gejala
: ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk (mulai dari sedang
sampai parah), produktif/non-produktif sputum. Bendungan atau sesak pada
dada.
§
Tanda
: takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas adventius. Sputum
:kuning
j.
Keamanan
§ Gejala : riwayat jath, terbakar, pingsan,
luka yang lambat penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering
atau berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak; berkeringat
malam.
§ Tanda : perubahan integritas kulit :
terpotong, ram, mis. Eczema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan
ukuran/ mola warna mla,; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Rectum, luka-luka perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran
kelenjar linfe pada dua area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya
kekebalan imim, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
k.
Seksualitas
§
Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni
mengadakan hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual
mltipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya
libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom yang
tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
§
Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil.
Genetalia : manifestasi kulit(mis. Kutil, herpes)
l.
Interaksi social
§ Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh
diagnosis,mis. Kehilangan karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut
untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal
karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat
rencana.
§ Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/
orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.
m.
Penyuluhan/pembelajaran
§ Gejala
:kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku beresiko
tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV). Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok, penyalahgunaan
alcohol.
§ Pertinbangan rencana pemulangan:
memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka,
peralatan/bahan, transpotasi, belanja makanan dan persiapan ; perawatan diri,
prosedur perawatan teknis,dll.
B.
Diagnos Keperawatan
a. RESTI infeksi berhubungan dengan respon
imunitas yang berkurang ( Immuno supresi).
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara
pencegahan penularan HIV.
c. Isolasi social berhubungan dengan mudahnya
transmisi atau proses penularan penyakit.
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon
imunitas yang berkurang ( Immuno supresi).
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi
bisa pada klien bisa diatasi dengan kriteria hasil :
-
Tidak
ada demam dan bebas dari pengeluaran / sekresi purulen dan tanda-tanda lain
dari kondisi infeksi.
-
Bisa
mencapai masa penyembuhan luka / lesi.
|
-
Pantau
adanya infeksi ( demam, menggigil,
diaporesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan , bercak
berwarna crem dirongga oral, sering berkemih, disuria, kemerahan, bengkak,
drainase dari lkua, lesi vesicular diwajah, bibir, area perianal ).
-
Pantau
keluhan nyeri ulu hati, disfagia, sakit retrosternal pada waktu menelan,
peningkatan kejang abdominal, diare hebat.
-
Periksa
adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda
inflamasi/infeksi lokal.
-
Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi
.
-
|
-
Deteksi
dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera . infeksi lama
dan berulang memperberat kelemahan pasien .
-
Esofagitis
mungkin terjadi sekunder akibat kandidiasis oral atapun herpes.
Kriptosporidiosis adalah infeksi parasit yang menyebabkan diare encer
(seringkali lebih besar dari 15 lt/hari.
-
Identifikasi
atau perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
-
berikan
deteksi dini terhsadap infeksi.
|
2
|
Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara
pencegahan penularan HIV, dan kebutuhan pengobatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan. Klien
diharapkan bisa mengetahui bagaimana pencegahan penularan HIV, dan juga
pasien bisa memulai perubahan gaya hidup yang perlu, dan ikut serta dalam
aturan perawatan.
|
-
Instruksikan pasien, keluarga, teman, tentang
rute penularan HIV.
-
Berikan
informasi penatalaksanaan gejala yang melengkapi aturan medis, misal pada
diare intermiten gunakan lomotil sebelum pergi kekegiatan sosial.
-
Dorong
aktivitas atau latihan pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien.
-
Tekankan
perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi.
-
Tekankan
pentingnya istirahat yang adekuat
|
-
Pngetahuan
tentang penularan penyakit membantu mencegah penyabaran penyakit, dan
mencegah rasa takut.
-
Memberikan
pasien peningkatan kontrol, atau mengurangi risiko rasa malu dan meningkatkan
kenyamanan.
-
Merangsang
pelepasan endorfin pada otak, meningkatkan rasa sejahtera
-
Memberi
kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan
individual.
-
Mencegah
atau mengurangi kepenatan, meningkatkan kemampuan
|
3
|
Isolasi social berhubungan dengan mudahnya
transmisi atau proses penularan penyakit.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien bisa menunjukkan peningkatan
perasaan harga diri dan berpartisifasi dalam aktivitas atau program pada
tingkat kemampuan/hasrat.
|
-
Kaji
pola interaksi social yang lazim.
-
Dorong
adanya hubungan yang aktif dengan orang terdekat
-
Waspadai
gejala-gejala verbal/nonverbal, misalnya menarik diri, putus asa, perasaan
kesepian. Tanyakan kepada klien apakah pernah berfikir untuk bunuh diri.
|
-
menetapkan
dasar untuk intervensi individual.
-
Membantu
memamntapkan partisifasi pada hubungan sosial. Dapat mengurangi kemungkinan upaya bunuh diri.
-
Indikasi
bahwa putus asa dan ide untuk bunuh diri sering muncul ; ketika tanda-tanda
ini diketahui oleh pemberi perawatan, pasien umumnya ingin bicara mengenai
perasaan ingin bunuh diri, terisolasi dan putus asa.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar