Sabtu, 19 November 2011

Osteoporosis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Definisi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah (Smeltzer, 2001:2335).
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Rusli, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang ( Ashari, 2008).
WHO memberikan definisi, osteoporosis adalah penurunan massa tulang >2,5 standart deviasi massa tulang rata-rata dari populasi usia muda. Penurunan antara 1-2,5 standart deviasi dari rata-rata usia muda disebut osteopenia

B.     Etiologi
Terjadinya osteoporosis merupakan interaksi kompleks dan menahun antara faktor-faktor resiko turunan (genetik), kebiasaan, dan gaya hidup.
Faktor-faktor resiko osteoporosis:
1.      Usia, lebih sering terjadi pada usia lanjut (diatas 50 tahun).
2.      Kurangnya asupan vitamin D dan Kalsium untuk tubuh.
3.      Faktor turunan, pembentukan massa tulang menuju ke puncak kepadatan diatur terutama faktor genetik.
4.      Kerangka tubuh yang lemah, puncak kepadatan massa tulang diduga sebagai salah satu penentu utama dari mutu tulang pada usia lanjut.
5.      aktivitas fisik, mempunyai faktor yang penting pula dalam pembentukan dan mempertahankan massa tulang. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor penting timbulnya resiko osteoporosis.
6.      Gizi, pembentukan massa tulang menuju ke puncak kepadatan dipengaruhi oleh gizi terutama kalsium.
7.      Menopause dini yaitu menopause yang terjadi mulai umur 46 tahun (setelah operasi pengangkatan kedua sel indung telur).
8.      Hormonal yaitu kadar testosteron dan estrogen plasma yang kurang.
9.      Obat-obatan, misalnya kortikosteroid.
10.  Kerusakan tulang karena kelelahan fisik misalnya jogging yang berlebihan tanpa diimbangi gizi yang cukup.
11.  Jenis kelamin (perbandingan osteoporosis antara wanita dan pria 3 : 1). Perbedaan ini mungkin, disebabkan oleh faktor hormonal dalam rangka tulang yang lebih kecil.
                                                                                                (Ashari, 2008)

C.    Patofisiologi
Tulang mencapai puncak kepadatan pada usia dekade ke 3 dan osteoporosis bermula dengan kehilangan massa tulang secara diam-diam dengan pengurangan kepadatan mineral tulang sebagai akibat terjadinya ketidakseimbangan proses penyerapan oleh sel osteoklas dengan pembentukan tulang oleh sel osteoblast (ashari, 2008).
Tulang, seperti jaringan tubuh lainnya merupakan jaringan ikat yang dinamik dalam arti metabolisme pembentukan dan penyerapan tulang yang dinamakan ” bone remodelling” yang merupakan fungsi 2 sel tulang yaitu osteoblast dan osteoklast.Dalam masa pertumbuhan, bone remodelling atau bone turnover bergeser kearah pembentukan. Pada umumnya pertumbuhan tulang manusia lengkap pada usia 30 tahun, selain itu tulang diperbarui dengan lingkaran remodelling dimana sel-sel yang terdapat digantikan oleh osteoklast yang disebut bone resorbtion cell sehingga setelah beberapa hari terbentuk beberapa rongga resorbsi kemudian osteoklast akan digantikan oleh osteoblast atau disebut juga bone reforming cell yang mengsintesa beberapa ” growth factor ” (insuline like growth factor I dan II) disertai perubahan ” growth faktor beta” yang merangsang proliferasi osteoblast dan akhirnya osteoblast mengisi rongga mengisi rongga resorbsi setelah beberapa minggu. Densitas mineral tulang menurun bila osteoklast membentuk suatu rongga yang abnormal sehingga tulang kehilangan trabekularnya. Ini terjadi pada periode pasca menopouse. Selain itu massa tulang hilang bila osteoblast gagal mengisi rongga resorbsi sehingga terlihatsebagai penipisan trabekula yang tampak pada usia tua. Remodelling tulang secara primer diatur oleh hormon parathyroid dan kalsitrol ( Ashari, 2008).
 Osteoporosis terjadi oleh karena hasil abnormal dari proses remodelling tulang diamana resorbsi tulang melampaui pembentukan tulang. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang memproduksi kolagen (umumnya tipe I) serta komponen non kolagen dari matriks tulang. Osteoklast mempunyai peranan yang penting dalam memineralisasi matriks organik. Osteoklast adalah sel yang mempunyai peranan yang dalam meresorbsi tulang. Osteoblast dan osteoklast dikontrol oleh hormon-hormon sistemik dan sitokin serta faktor-faktor lokal prostaglandin, PTH, kalsitonin, estrogene dan 1,25 dhydroxyvitamin D3 (calcitrol), one alpha (Ashari, 2008).
Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memainkan peranan penting. Bahkan faktor penentu utama untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium yang tersisa pada tulang. Orang-orang yang sebelumnya memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Kehilangan kalsium yang dialami tidak mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis (Rusli, 2007).
Lebih kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh kita berada di dalam tulang dan gigi. Bila kadar kalsium darah turun dibawah normal, tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi(Rusli, 2007)
Seiring dengan bertambahnya usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding kemampuannya untuk mengisi kembali. Alasan mengapa hal ini terjadi belum jelas. Secara umum dapat kita katakan bahwa osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran sel-sel tulang lebih dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang(Rusli, 2007).
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur kita mencapai 30 tahun. Semakin tua usia kita, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia mencapai 40 tahun, kita semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause (Rusli, 2007).
Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas (Rusli, 2007).
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat dipertahankan. Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah(Rusli, 2007).
Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa dampak pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi pada mereka yang mengalami menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun). Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu mudah mengalami osteoporosis.dibanding wanita  (Rusli, 2007).
Kurangnya massa/kepadatan tulang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berperanan terhadap metabolisme tulang, antara lain faktor keturunan, kurangnya zat-zat makanan seperti kalsium, fosfat, vitamin D, beberapa jenis hormon, dan gaya hidup yang salah seperti kurang bergerak, merokok, minum kopi, alkohol, serta beberapa penyakit yang mempengaruhi metabolisme tulang (Smeltzer, 2001 : 2336).
D.    Manifestasi Klinis
  1. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
  2. Nyeri timbul secara mendadak
  3. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
  4. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena pergerakan yang salah
  5. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
  6. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
  7. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
  8. Anatomi tubuh mengalami perubahan punggung bengkok
Pada stadium awal osteoporosis tidak memberikan gejala yang nyata, kita dapat curiga apabila ada rasa sakit di punggung bagian bawah, ada pemendekan tinggi badan. Akibat tulang punggung lemah, maka akan mudah jatuh dan retak, yang merupakan gejala umum terjadinya osteoporosis. Bagian tubuh yang rawan patah yaitu daerah leher, pangkal paha, tulang punggung dan sekitar pergelangan tangan.
                                                                                    (Rusli, 2007)

E.     Evaluasi Diagnostik
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25%-40%.
Pemeriksaan laboratorium (misalnya kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, LED) dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain.
Absorpsiometri foton tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang kortikol pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA), dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respons terhadap terapi.
                                                                                    (Smelzer, 2001:2337)
F.     Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan yaitu mencegah berlanjutnya kehilangan massa tulang, pencegahan terjadinya fraktur dan penaganan nyeri.
a.       Pencegahan
1)      Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup.
Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium.
2)      Melakukan olah raga.
Tindakan pencegahan termasuk melawan gravitasi yang teratur untuk membuat tulang lebih kuat seperti Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang, kekuatan otot, fungsi koordinasi, keseimbangan dan meningkatkan stamina dan kesehatan fisik secara keseluruhan.
3)      Memperbaiki gaya hidup
Memperbaiki diet dan gaya hidup dapat mengurangi osteoporosis. Dengan mengurangi alkohol, kafein dan merokok berlebihan disertai peningkatan asupan kalsium dapat mengurangi resiko osteoporosis.
                                                                                          (Ashari, 2008)
b.      Obat-obatan
1.      Terapi Pengganti Hormon Estrogen Dan Sintetisnya. Paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Saat ini HRT (Hormone Replacement Therapy ) merupakan metode pilihan untuk pencegahan terhadap berkembangnya osteoporosis pada wanita pasca menopause dengan resiko tinggi. Penggantian estrogen akan menghambat kadar kehilangan tulang pasca menopausa. Untuk wanita yang masih mempunyai uterus dikombinasikan yaitu estrogen dan progesteron. Biphosfat dapat menghambat resorbsi tulang sedangkan Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
2.      Garam-Garam Flourida dapat memberikan stimulasi pembentukan tulang baru.
3.      Vitamin D Dan Derivatnya seperti calsitrol merupakan metabolik aktif vitamin D3 yang berguna untuk mengatur absorbsi kalsium dari intestinal.
4.      Kalsium. Pemberian kalsium menunjukkan peningkatan densitas tulang dan berperan dalam pencapaian puncak massa tulang.
5.      Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung.
                                                                                          (Ashari, 2008)

I.            PROSES KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.      Riwayat kesehatan
Anamnese memegang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kadang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan apada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi  juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
a.       Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
b.      Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi  sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.      Pemeriksaan fisik

a.       Sistem pernafasan

Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.

b.      Sistem kardiovaskuler

c.       Sistem persyarafan

Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.

d.      Sistem perkemihan

e.       Sistem Pencernaan

Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.

f.       Sistem musklooskletal

Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.      Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.
c.       Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
d.      Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
e.       Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
f.       Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya
(Ashari, 2008)
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
a.    Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
b.    Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
c.    Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
Intervensi :
a.       Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan tidur dengan posisi telentang atau miring kesamping selama beberapa hari.
Rasional : tidur telentang atau miring dapat mengurangi nyeri punggung
b.       Berikan kompres hangat pada punggung
Rasional : memperbaiki relaksasi otot
c.       Berikan masase yang lembut
Rasional : meningkatkan relaksasi/ mengurasi tegangan otot.
d.      Anjurkan untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit
Rasional : menghindari rasa nyeri saat bergerak
e.       Bantu pasien turun dari tempat tidur, dan pasang korset lumbosakral 
Rasional : untuk menyokong tubuh dan imobilisasi sementara
f.       Kolaborasi : Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : membantu untuk meredakan nyeri
                                                                                                (Doenges, 2000: 862)
2.      Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
a.       Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
b.       mampu melakukan ADL secara independent
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rasional : sebagai dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya
b.      Rencanakan tentang pemberian program latihan :
1)      Bantu klien jika diperlukan latihan
2)      Ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
3)      Ajarkan pentingnya latihan
Rasional : Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
c.       Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
Rasional : ADL secara independent
d.      Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
Rasional : Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
e.       Instruksikan klien latihan selama kurang lebih 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
Rasional : Program latihan merangsang pembentukan tulang
                                                                                  (Doenges,2000:797)
3.      Risiko injury (cedera)  berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
a.       Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
b.      Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi :
a.       Ciptakan lingkungan  yang  bebas dari bahaya :
1)      Tempatkan klien pada tempat tidur rendah
2)      Amati lantai yang membahayakan klien
3)      Berikan penerangan yang cukup
b.      Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
Rasional : Penarikan yang terlaluk keras akanmenyebakan terjadinya fraktur.
c.       Ajarkan pada klien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
Rasional : Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis.
d.      Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
1)      Rujuk klien pada ahli gizi
2)      Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
3)      Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
Rasional : Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
e.       Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
Rasional : Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
                                                 (Smeltzer, 2001 : 2338)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar